Peringatan: Kisah ini dapat mengganggu imajinasi anda, mohon
maaf sebelumnya
Saya sempat menengok keluar dome sebentar. Di seberang, kira
kira 3 meter dari dome regu saya, Amin dan Jampang terlihat sedang bersiap
untuk memasak. Amin menyiapkan kompor, Jampang mengupas buah nanas. Bagi saya
yang pemula, melihat nanas dibawa dalam pendakian itu cukup mengagumkan, mengingat
bentuknya yang cukup rumit. Entah bagaimana bagi jampang yang sudah sangat
berpengalaman dalam urusan daki-mendaki, mungkin biasa saja. Nampaknya, mereka
berencana membuat nanas goreng. Sepertinya nikmat, saya pun berharap semoga
apapun jadinya nanti nanas itu mampir ke tempat kami.
Selesai mengamati, saya masuk kembali ke dalam dome lalu
mengobrol dengan kawan-kawan satu dome. Ditengah-tengah obrolan kami, terdengar
percakapan Amin dan Jampang yang kelihatannya sudah mulai menggoreng nanasnya.
Amin dengan logat khas daerah asalnya: “Lha kok garuk garuk
terus?”
Jampang Menimpali dengan gaya cueknya,”Lha gatel e, gelem
nggarukke po?”
Dalam hati saya bilang, "menarik sekali percakapan
mereka.”
Mendadak setelah itu pikiran saya berkecamuk membayangkan segala hal yang mungkin terjadi pada si nanas, diikuti dengan penyesalan pada harapan saya diawal tadi.
Mendadak setelah itu pikiran saya berkecamuk membayangkan segala hal yang mungkin terjadi pada si nanas, diikuti dengan penyesalan pada harapan saya diawal tadi.