Selasa, 17 November 2009

Untuk Perpisahan Kita


Jemari yang menari nari diatas papan huruf diiringi irama gitar, Waiting for Sunset – Jubing Kristianto. Mungkin kau akan tahu bagaimana perasaannya ketika kau membaca dengan diiringi irama yang sama. :D


Kita begitu saja saling mengenal waktu itu, tak ada yang spesial, dan keadaan membuat kita mengenal semakin dalam..


Mulai sekarang aku kan lebih berhati hati untuk mengenal seseorang. Bukan karena benci, bukan karena takut dibohongi atau dikhianati. Aku tidak mengatakan bahwa kau telah melakukan hal itu padaku, kuyakin, diriku yang lemah ini sangat lebih mungkin untuk melakukannya dibandingkan dirimu yang ku kagumi itu. Tapi, karena aku takut merasakan perpisahan yang seperti ini lagi.


Banyak hal yang telah kita bagi di dalam kisah kita. Mulai dari sekedar tertawa bersama sampai sedikit membagi rahasia. Sungguh menyenangkan saat kita tahu dimana kita mempercayakan rahasia, walau kita sudah berpisah, aku masih percaya kau akan menyimpan rahasia itu. Begitupun dengan aku, akan ku jaga rahasia-rahasia mu, sampai nanti kau membukanya sendiri, atau jika kau tidak pernah mau membukanya, kan ku jaga sampai mati, entah bagaimana caranya, atau biar hilang bersama ingatanku yang semakin menua dan merapuh nanti. Yang penting rahasiamu aman bersamaku, tidak akan bocor kepada siapapun, seperti janjiku waktu dulu.


Satu bagian yang membuatku senang bersamamu, karena kau selalu siap ku ajak bicara walau sekedar obrolan ngalor ngidul untuk melepas lelahku. Obrolan tak tentu arah, walau tak jelas arahnya, tapi aku tahu dimana ujungnya, sebuah tawa atau senyuman. Tertawa dan tersenyum mungkin boleh kuartikan sebagai kebahagiaan. Ya, kita telah berhasil menciptakan itu. Masihkah kau ingat ketika aku bercerita tentang obsesiku menjadi rocker kala itu. Obsesi yang aneh mungkin, konyol. Tak tau dalam hatimu berkata apa, tapi yang ku tau waktu itu kau tersenyum, dan kalau boleh ku mengartikan itu ,secara sesuka hatiku, sebagai “kejar cita-cita mu itu!” Terima kasih untuk hal itu.


Tidak hanya tawa dan senyum yang sudah kita ciptakan. Kita juga telah berhasil berlaku jujur. Kita katakan yang kita sukai dan tidak kita sukai demi perjalanan kita. Walau kadang dibagian ini ego kita yang lebih sering tampil, tapi pada akhirnya kita berhasil tunduk pada kebenaran. Sempat beberapa kali aku berhenti dari pembicaraan kita, mungkin begitu juga dengan kau, ketika pembicaraan telah sampai dibagian yang tidak ku senangi atau bahkan ku benci. Tapi nyatanya setelah itu kita berhasil membangun suatu pembicaraan lain yang menarik. Hmm,Satu bagian yang juga indah walau tidak manis.


Sekarang kita sudah tak lagi bersama. Aku telah sadar sejak awal kita bertemu, “Pertemuan adalah awal dari sebuah perpisahan, dan perpisahan adalah awal dari sebuah cerita yang baru.” Mungkin kita sekarang sudah berada di episode selanjutnya dari kehidupan kita. Semoga dari pertemuan kita yang singkat ini, kita bisa belajar banyak hal, bisa menjadikan kita lebih dewasa. Jika kita bisa dipertemukan lagi, aku berharap kita dalam keadaan yang lebih baik, sehingga dapat merangkai cerita yang lebih indah, tak perlu dramatis, asalkan manis. Kuharap ada saatnya kita bersama lagi. Kan kunantikan saat itu seperti menantikan matahari yang akan terbenam, pasti, hangat dan indah.

Yogyakarta, 17 November 2009 masih ditemani Waiting for Sunset


gambar: http://media.photobucket.com/image/walking%20together/snavenel/istockphoto_798931_walking_together.jpg

Senin, 02 November 2009

Secangkir Susu Coklat Hangat dan Bulan Purnama


Malam ini adalah malam ke 15 menurut penanggalan bulan, lunar calendar, penanggalan jawa, dan juga penanggalan hijriyah, artinya, malam ini aku tidak akan sendiri. Setidaknya walau bulan tak bisa ngomong dan tak bisa bohong dia tetap membalas senyumku setiap kali aku memandangnya.

Dari tempatku duduk saat ini, aku selalu bisa melihat langsung ke arah bulan, karena disamping meja belajarku terdapat jendela yang cukup besar untuk melihatnya hingga kira kira sepertiga malam sampai ia harus pergi dari jendelaku karena harus memenuhi kewajibannya berevolusi.

Tugas tugas kuliah sudah menumpuk di kamarku untuk diselesaikan, “maklum mahasiswa”, kata orang orang. Terlepas dari apa kata orang-orang, selalu ada keyakinan bagiku untuk bisa menyelesaikannya. Toh, sudah berkali-kali aku berhasil lolos dari acara-acara orientasi baik itu MOS, OSPEK, diklat, diksar, dsb., yang memberikan tugas segudang dalam waktu selubang kuncinya saja. Kakak kakak panitia mengatakan bahwa ini semua adalah simulasi kehidupan kita di dunia baru yang akan kita jalani nanti. Ada sebuah pepatah, “ saat kita berhasil mencapai sesuatu, itu bukan akhir dari segalanya, tapi awal dari sebuah dunia baru yang lebih luas.” Setuju sekali dengan pepatah itu, jika ada pilihan “like this” atau “add to favourite” pasti sudah ku pilih sejak aku membacanya. Memang itu yang kurasakan ketika lulus SMA kemarin. Mendapatkan tempat kuliah yang baik merupakan tujuan di SMA tapi ketika aku sudah mencapainya, tidak lantas semuanya berakhir, malahan segalanya seperti baru di mulai, teman teman baru dari berbagai daerah di Indonesia, Ilmu baru yang semakin tinggi dan tajam, tanggung jawab yang semakin besar seiring dengan berubahnya status dari siswa menjadi mahasiswa, mahasiswa konon merupakan salah satu pilar penjaga demokrasi di negeri ini. Itu semua dimulai ketika kita sudah lulus dari ujian di SMA.

Beragam literatur bertumpuk di meja belajarku, dengan gagahnya membentuk bangunan bangunan yang sama sekali tidak artistik dan proporsional. Namun, mereka cukup berhasil menambah percaya diriku untuk menyelesaikan tugas yang sudah ku bentangkan di depanku sejak tadi.

Separuh pekerjaan sudah ku selesaikan, ku tengok telpon genggamku untuk melihat waktu, sembari berharap ada sms masuk. Waktu menunjukkan 22.14 berarti sudah sekitar dua jam sejak aku memutuskan untuk menghadapi tugas-tugas ini dengan gagah berani. Pertarungan yang cukup sengit, ada sensasi yang cukup unik ketika aku mulai kelelahan berpikir, yaitu perutku ini pasti akan terasa seperti kosong, mungkin metabolisme terjadi lebih cepat seiring dengan semakin panasnya otak ini untuk berpikir.

Ku putuskan untuk pergi ke dapur, mencari sesuatu yang kira kira bisa kumasukkan ke dalam mulutku untuk memberikan rasa hangat dari dalam tubuh. Ada susu coklat 3 in 1. Instan! Tinggal ditambah air panas dari dispenser, diaduk, lalu lansung bisa dinikmati. Benar benar nikmat! Apalagi dinikmati di malam yang dingin seperti ini. Orang bilang segala yang instan itu tidak baik. Tapi menurutku minumanku malam ini tidak seburuk itu. Bubuk bubuk susu dalam kemasan sachet itu telah mengalami perjalanan yang cukup panjang dan rumit di pabriknya, hingga bisa kita cicipi kenikmatannya dengan mudah. Selain itu, kemudahan itu tidak gratis, ada harga yang harus kita bayar untuk membeli produk susu 3 in 1 itu, yang sudah dihitung oleh produsen disesuaikan antara harga bahan baku, gaji pekerja, biaya pembelian alat pabrik, dll. Jadi, kurasa cukup adil bagiku untuk menganggap susu coklat 3 in 1, tidak cukup instan untuk dikatakan sebagai suatu barang instan yang tidak baik.

Aku kembali ke kamar untuk menikmati secangkir susu coklat hangat. Kutengok telpon genggamku lagi, ada satu sms masuk! SMS dari seorang kakak kelas di SMA dulu. SMS itu berbunyi, ”Ukhuwah itu bkn trletak pd bnyknya prtemuan. Bukan pd manisnya ucapan di bibir. Tp pd ingatan seseorang trhdp saudaranya dlm stiap doanya.” Aku pun tersenyum membacanya. Terima kasih sudah mengingatku. Seandainya kau saat ini ada disini pasti sudah kuajak menikmati bulan purnama, tugas tugasku dan juga secangkir susu coklat hangat.

Minggu, 01 November 2009

Tuhan Ada di Facebook



Ratusan kali bahkan mungkin ribuan kali, saya mendapati status status di facebook dan di plurk (dua situs jejaring sosial saya ikuti), selalu membawa-bawa tuhan dan dalam status statusnya, baik itu tentang keluhannya, doanya, harapannya, rasa syukurnya, dan entah apalagi yang sedang dirasakannya.

Tidak tahu apa tujuan sebenarnya mungkin tulisan itu memang ditujukan untuk Tuhan agar Dia membaca harapan sang penulis itu lalu dapat segera dikabulkan atau bisa jadi tulisan itu ditujukan kepada teman temannya.


Manusia memang tidak bisa lepas dari masalah, karena manusia berkembang dengan adanya permasalahan di dunia. Manusia yang makhluk sosial itu pun butuh teman untuk menyelesaikan permasalahannya atau sekedar tempat untuk mencurahkan pemikirannya. Situs jejaring sosial merupakan salah satu fasilitas yang mengakomodasi kebutuhan untuk bersosialisasi.


Lalu,

Tuhan ada di facebook? Tuhan Maha Mengetahui.