“Gara-gara
saling ejek sekelompok pemuda terlibat tawuran."
Akhir
akhir ini kita menjadi begitu mudah tersinggung, menjadi begitu mudah marah.
Saya
ada sedikit cerita tentang bertoleransi.
Ketika
itu saya ada di acara Gristuf (Greifswald International Student Festival) pada
tahun 2010. Acara ini diadakan di sebuah kota yang tidak terlalu besar di sisi
Jerman yang berbatasan dengan Polandia.
Sebelum
semua kegiatan workshop dimulai tiap tiap kelompok melakukan beberapa aktivitas
agar setiap orang bertambah akrab satu sama lain. Ada sebuah aktivitas yang
cukup mengena bagi saya waktu itu. Tiap kami dipasangkan lalu duduk saling
membelakangi. Setelah itu fasilitator memberikan tiap tiap dari kami sebuah
peta. Pada salah satu dari tiap pasangan terdapat peta yang dilengkapi dengan
posisi start dan finish, sedangkan peta yang dibawa pasangannya hanya terdapat
posisi start tanpa ada titik finishnya. Tugasnya simpel, bagi Ia yang petanya
lengkap harus memberi komando atau aba aba pada pasangannya hingga sampai ke
tempat tujuan. Larangannya adalah kami tidak boleh memperlihatkan peta kepada si pasangan. Aktivitas pun dimulai, di
kelompok workshop itu mungkin ada sekitar 8 pasang yang mulai memberi aba aba.
Riuhlah ruangan kami dipenuhi Komando berbahasa Inggris dengan aksen dan dialek masing masing negara. Sudah 5 menit
berjalan, belum ada yang sampai tempat tujuan. Sebagian geleng geleng
kesusahan, sebagian mulai ragu dengan kemampuan bahasa Inggrisnya, sebagian
kecil mulai meragukan kemampuan pasangannya dalam berbahasa, sebagian nampak
serius mengkonfirmasi sambil berjalan pelan pelan di tiap detail komando dan
sebagian sisanya cuma tertawa tawa sambil menikmati kebingungan mereka. 10
menit, 15 menit, 20 menit, akhirnya aktivitas dihentikan tanpa ada seorang pun
yang berhasil mendarat di tempat tujuan. Sang fasilitator meminta kami untuk
berhadapan, setelah duduk berhadapan kami diminta untuk mengulang aktivitas
tersebut sekali lagi, berangkat ke tempat tujuan. Bedanya, kali ini kami boleh
mencocokkan peta satu sama lain. Kami pun dipersilakan, beberapa detik setelah
itu ruangan kami langsung meledak dipenuhi dengan tawa. Apa yang terjadi? Ternyata
peta yang kami pegang satu sama lain berbeda.
Inilah
kita yang sering lupa dengan segala perbedaan pada tiap tiap diri manusia. Kita
begitu saja marah dengan orang orang disekitar kita. Mungkin kita perlu lebih
mengerti, perlu lebih bersabar.
Karena
kita pada tujuan yang sama, hanya pada peta yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar