Minggu, 17 Juni 2012

Marah

   
“Gara-gara saling ejek sekelompok pemuda terlibat tawuran."
Akhir akhir ini kita menjadi begitu mudah tersinggung, menjadi begitu mudah marah.

Saya ada sedikit cerita tentang bertoleransi.
Ketika itu saya ada di acara Gristuf (Greifswald International Student Festival) pada tahun 2010. Acara ini diadakan di sebuah kota yang tidak terlalu besar di sisi Jerman yang berbatasan dengan Polandia.
Sebelum semua kegiatan workshop dimulai tiap tiap kelompok melakukan beberapa aktivitas agar setiap orang bertambah akrab satu sama lain. Ada sebuah aktivitas yang cukup mengena bagi saya waktu itu. Tiap kami dipasangkan lalu duduk saling membelakangi. Setelah itu fasilitator memberikan tiap tiap dari kami sebuah peta. Pada salah satu dari tiap pasangan terdapat peta yang dilengkapi dengan posisi start dan finish, sedangkan peta yang dibawa pasangannya hanya terdapat posisi start tanpa ada titik finishnya. Tugasnya simpel, bagi Ia yang petanya lengkap harus memberi komando atau aba aba pada pasangannya hingga sampai ke tempat tujuan. Larangannya adalah kami tidak boleh memperlihatkan peta  kepada si pasangan. Aktivitas pun dimulai, di kelompok workshop itu mungkin ada sekitar 8 pasang yang mulai memberi aba aba. Riuhlah ruangan kami dipenuhi Komando berbahasa Inggris dengan aksen  dan dialek masing masing negara. Sudah 5 menit berjalan, belum ada yang sampai tempat tujuan. Sebagian geleng geleng kesusahan, sebagian mulai ragu dengan kemampuan bahasa Inggrisnya, sebagian kecil mulai meragukan kemampuan pasangannya dalam berbahasa, sebagian nampak serius mengkonfirmasi sambil berjalan pelan pelan di tiap detail komando dan sebagian sisanya cuma tertawa tawa sambil menikmati kebingungan mereka. 10 menit, 15 menit, 20 menit, akhirnya aktivitas dihentikan tanpa ada seorang pun yang berhasil mendarat di tempat tujuan. Sang fasilitator meminta kami untuk berhadapan, setelah duduk berhadapan kami diminta untuk mengulang aktivitas tersebut sekali lagi, berangkat ke tempat tujuan. Bedanya, kali ini kami boleh mencocokkan peta satu sama lain. Kami pun dipersilakan, beberapa detik setelah itu ruangan kami langsung meledak dipenuhi dengan tawa. Apa yang terjadi? Ternyata peta yang kami pegang satu sama lain berbeda.
Inilah kita yang sering lupa dengan segala perbedaan pada tiap tiap diri manusia. Kita begitu saja marah dengan orang orang disekitar kita. Mungkin kita perlu lebih mengerti, perlu lebih bersabar.
Karena kita pada tujuan yang sama, hanya pada peta yang berbeda.

Tidak ada komentar: